Seperti Apa Hubungan Baik Antara Leadership Dan Coaching?

30/08/2011 10:53:14

Setidaknya sampai sependek pengetahuan saya, belum pernah menemukan seseorang yang dikatakan sebagai pemimpin, yang muncul bak Indonesian Idol. Toh, dalam kontes seperti Indonesian Idol pun, sang pemenang belum tentu langsung melejit dan memiliki reputasi layaknya penyanyi senior. Apalagi untuk seorang pemimpin, dalam level apapun ia berada.

Saya juga termasuk yang belum yakin, bahwa program-program semacam The Apprentice, mampu menghadirkan seorang pemimpin bisnis yang mumpuni, sekaliber Donald Trump, sang penggagas programnya.

Well, jelas, ini adalah sebuah pendapat yang umum, yang Anda tentu sudah tahu sejak dulu. Lalu, mengapa saya masih tertarik dan merasa perlu untuk membahasnya?

Sederhana saja, saya menemukan sudut pandang baru. Sebuah sudut pandang, yang jika Anda tahu tentangnya, Anda mungkin juga akan mendapatkan sesuatu yang baru pula.


Kepemimpinan adalah Keparipurnaan

Ya, kepemimpinan adalah keparipurnaan. Anda tentu masih ingat dengan bahasan lalu tentang membangun leadership melalui followership, bukan? Menjadi pengikut bukanlah sebuah derajat yang berbeda dengan menjadi pemimpin. Menjadi pengikut, justru adalah jalan untuk membangun fondasi dari kepemimpinan. Selayaknya fondasi, ketika bangunan itu sudah berdiri, ia takkan lagi terlihat sebab terpendam jauh di dalam tanah. Namun tanpa sebuah fondasi yang kokoh, keindahan sebuah bangunan hanya akan tinggal kenangan.

Saya belum pernah menemukan, adanya seseorang yang diangkat menjadi manajer, sementara ia adalah orang yang memiliki prestasi biasa-biasa saja, bahkan cenderung buruk, ketika ia masih menjadi staf. Meskipun, seorang staf dengan prestasi tinggi pun, belum tentu dipandang layak dan akhirnya dipromosikan sebagai manajer. Bahkan, yang belakangan ini sering menjadi bumerang dan menjatuhkan prestasinya, selayaknya seorang salesman handal yang keteteran ketika harus menjadi sales manager.

Saya juga belum pernah menemukan, adanya seseorang yang dipercaya menjadi pemimpin, sementara ia terlalu ahli dalam satu bidang, sehingga kurang dan bahkan tidak menguasai bidang-bidang lain yang terkait dengannya. Pada akhirnya, ia perlu mengembangkan kemampuan yang lebih general terlebih dulu sebelum bisa memimpin sebuah unit dengan fungsi kerja yang beragam.

Menceritakan 2 ilustrasi di atas, saya tiba-tiba teringat cerita seorang direktur yang pernah saya wawancarai 3 tahun lalu dalam rangka penelitian saya mengenai fenomena "kutu loncat". Saat itu, beliau memberikan pelajaran kepada saya sebagai berikut:


"Jika kamu menjadi staf, maka kerjakanlah segala sesuatunya dengan amat baik, sehingga atasanmu kebingungan jika kamu tidak ada. Dan jika kamu menjadi atasan, kerjakanlah segala sesuatunya dengan teramat baik, jauh lebih baik dari stafmu, sehingga mereka tidak bisa tidak mengerjakan pekerjaan sebaik kamu mengerjakannya."


Dari sini, followership sejatinya adalah sebuah perjalanan yang berujung pada leadership. Dengan kata lain, leadership adalah followership yang telah mencapai keparipurnaannya. Sebuah bentuk perkembangan yang perlahan tapi pasti, menjalani proses metamorfosis sampai akhirnya ia memiliki bentuk yang indah dan siap untuk terbang mengelilingi dunia.

Dan, kesimpulan lain, setiap orang akan mencapai keparipurnaan ini, namun dalam konteks yang berbeda-beda. Ada yang mencapainya dalam jabatan tertentu di sebuah perusahaan, organisasi, masyarakat, atau keluarga. Tidak penting di konteks mana ia mencapainya, sebab pada akhirnya, bukan jabatan itu yang menentukan keparipurnaannya, melainkan apa yang ia lakukan selama ia memegang jabatan tersebut. Bukankah, semua orang pada akhirnya sama di mata Tuhan? Seorang direktur, belum tentu lebih mulia dari seorang cleaning service, disebabkan tingkat pengabdian, ketulusan, keikhlasan, dan keparipurnaan pribadi yang telah ia dapatkan.


Lalu, Apa Hubungannya Dengan Coaching?


Sangat erat. Beberapa penelitian terakhir di ranah kepemimpinan mengindikasikan coaching sebagai metode paling mutakhir untuk mengembangkan kepemimpinan. Melanjutkan proses akuisisi pengetahuan yang didapat melalui pelatihan, coaching menjadikan setiap calon pemimpin menjalani proses pengembangan potensinya secara natural, dalam konteks tempatnya berada, namun lebih sistematik. Seorang coachee akan tetap diminta untuk menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dengan sebelumnya menentukan sasaran dan cara baru mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga memungkinkannya untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan baru.

Dikaitkan dengan bahasan di atas tentang kepemimpinan sebagai keparipurnaan, coaching akan membimbing seorang calon pemimpin untuk menjalani perannya sebagai follower dengan sasaran dan metode baru yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

Hal ini dimungkinkan, karena proses unik yang dimiliki oleh coaching. Berbeda dengan pelatihan, seorang coach tidak mengajarkan apapun kepada coachee-nya. Seorang coach adalah seorang ahli dalam melihat potensi, untuk kemudian menggunakan serangkaian metode agar potensi tersebut dapat muncul dengan sendirinya secara natural tanpa ada proses pengajaran. Berbeda pula dengan terapi yang umumnya mengembalikan klien dari titik minus ke titik nol, dalam coaching, coachee telah berada di titik nol, dan siap untuk melangkah menuju titik plus yang diinginkan.


Demikianlah, jika Anda setuju dengan saya tentang definisi kepemimpinan yang saya kemukakan di atas, maka coaching adalah proses sentral dari pengembangan kepemimpinan saat ini. Dalam coaching lah seseorang akan menemukan makna dari keterampilan yang ia miliki. Dan, makna inilah yang kemudian akan mengantarkannya untuk "naik kelas" menjadi seorang pemimpin.



Bina Potensia Indonesia

Tags : Leadership

Artikel Selanjutnya : Apakah Saya Berharga?

Artikel Sebelumnya


Komentar




Ada satu hal yang tetap lebih penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan melebihi metode-metode cemerlang, yakni kemauan keras untuk menemukan kebenaran, apapun itu

EVENTS


ARTICLE'S TAGS

Partnership Inovasi Assessment Training Leadership SDM Management